logo
Fakultas Kehutanan
Universitas Mulawarman

Berita

Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman

# Akademik
03 Dec 2024 | Admin | 84 views
Seminar Ilmiah Kehutanan Mulawarman (SIKMA) 22, "Membangun Ibu Kota Negara Nusantara dengan Pendekatan Ekosistem Kalimantan dan Bhininnka Tunggal Ika"

Seminar Ilmiah Kehutanan Mulawarman atau yang disingkat dengan nama SIKMA adalah suatu wadah untuk para calon wisudawan Fakultas Kehutanan untuk mendesiminasikan hasil riset mereka dalam suatu forum seminar ilmiah.
Acara dimulai dengan pembacaan do'a, kemudian dilajutkan dengan sambutan sekaligus membuka acara seminar ilmiah kehutanan ke 22 oleh Dekan Fakultas Kehutanan Prof. Dr. Irawan Wijaya Kusuma.

Pembacaan Do'a.

Seminar ilmiah kehutanan mulawarman dimaksudkan sebagai salah satu upaya kita mendesiminasikan hasil riset.  Perjuangan dalam menyelesaikan skripsi, thesis dan disertasi sangat dinamis dengan berbagai tantangan dan drama sehinga setelah selesai ada kepuasan dan kebanggan yang harus dibagi ke pada yang lain, dan wadah membagi itu adalah sikma, agar kita bisa mendengarkan bagaimana para peneliti ini telah berupaya dengan keras hingga dapat menyelesaikan dengan baik dan juga menjadi ruang kita untuk menyampaikan bahwa pengembangan iptek kehutanan itu melalui kegiatan riset ini sudah sedemikian beragamnya, dikarenakan fahutan memiliki 8 laboratorium dan 1 laboratorium alam dengan berbagai isu yang dibahas didalamnya sehingga menjadi menarik untuk di dengarkan.
Dalam standar pendidikan tinggi diatur bahwa kompetensi lulusan S1, S2, dan S3 adalah melakukan penelitan menulisakannya dalam bentuk skripsi, thesis dan disertasi dan mendesiminasikannya ujar dekan fakultas kehutanan universitas mulawarman Prof. Dr. Irawan Wijaya Kusuma dalam sambutannya. 

Sambutan Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman Prof. Dr. Irawan Wijaya Kusuma.

Acara inti seminar ilmiah kehutanan mulawarman ke 22 ini mengusung tema Membangun Ibu Kota Negara Nusantara dengan Pendekatan Ekosistem Kalimantan dan Bhinineka Tunggal Ika dengan narasumber Prof. Dr. Ir. Paulus Matius, M.Sc. dan sebagai moderator Utama Dr. Ir. Setiawati, M.P.,  Tema ini sesuai dengan perkembangan negara indonesia saat ini yang telah menetapkan Kalimatan Timur sebagai Ibu Kota Negara Nusantara.

Narasumber Prof. Dr. Ir. Paulus Matius dan Moderator Utama Dr. Ir. Setiawati, M.P.

Profil singkat narasumber Prof. Dr. Ir. Paulus Matius, beliau adalah Dosen Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman dan putra asli Kalimantan Timur yaitu dari daerah Barong Tongkok, Sarjana kehutanan dari Fakultas Kehutanan Unmul dan penyelesainan Magister dan Doktor di Goethe University Frankfurt German, selain sebagi dosen beliau juga staff CSF (Centre Social Forestry) dalam bidang kerjasama, penah menjadi Counterpart JICA Pusrehut Unmul, menjadi Kepala UPT KRUS (sekarang KHDTK) Lempake dan penah menjabat sebagai Kepala Dinas Kabupaten Kutai Barat dan sekarang kembali menjadi dosen, dalam bidang organisasi beliau masuk dalam organisasi Persekutuan Dayak Kalimantan Timur, Dewan Adat Dayak Kalimatan Timur. Ikatan Cendikiawan Dayak DPD Kalimantan Timur dan Ikatan Cendikiawan Katholik Kalimantan Timur.


Visi IKN adalah The best city on Earth yang meliputi aspek simbol bangsa, modern dan berstandar internasional, smart, green, beautiful, sustanable, tatakelola pemerintahan yang efektif dan sebagai pendorong pemerataan ekonomi di kawasan timu.  Dalam membangun IKN terdapat 8 prinsip yang dipakai sebagai pedoman yaitu Mendesain Sesuai Kondisi alam, Bhinneka Tunggal Ika, Terhubung, Aktif dan mudah di akases, Sirkuler dan tangguh, Nyaman dan Efisien melalui teknologi, Aman dan terjangkau, Rendah emisi karbon, dan Peluang ekonomi untuk semua. Salah satu prinsip pembangunan IKN adalah mendesain sesuai kondisi alam artinya pembangunan berbasis kota hutan (forest city).
Kawasan ibu kota baru terletak di kawasan PPU dan Kutai Kartanegara 4 dekade yang lalu sebagian besar merupakan daerah dataran rendah dengan ekosistem hutan hujan tropis, yang merupakan salah satu pusat keanekaragaman hayati dan ekosistem hutan yang sangat tinggi di Asia Tenggara yang didominasi oleh jenis Dipterocarpaceae. Selain itu terdapat jenis satwa liar seperti mamalia 222 jenis dimana 44 yang endemic, 420 jenis burung, 166 jenis ular, 394 jenis ikan dimana 144 endemik, ampibi 100 jenis (IBSAO, 2003), disamping itu terdapat juga kawasan wetlands yang berupa hutan mangrove dan riparian yang merupakan habitat bekantan(Nasalis larvatus), buaya muara (Crocodilus porosus), bangau tongtong (Leptoptylos javanicus) dan beberapa jenis burung lainnya yang juga sangat sensistive terhadap perubahan lingkungan.



Demikian secara singkat paparan materi seminar dari Prof. Dr. Ir. Paulus Matius untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada kanal youtube fahutan unmul https://www.youtube.com/watch?v=GwiHqed1N2U. 







Berita Lainnya